SECOND PRIORITY: HAK BURUH VS INVESTASI

Dalam paradigma kapitalisme, tenaga pekerja terutama angkatan pekerja yang tidak terdidik dan terlatih dianggap sebagai faktor produksi yang fleksibel. Sebagai akibatnya, investor cenderung ingin membayar pekerja dengan upah yang semurah-murahnya. Beberapa elemen dalam regulasi ketenagakerjaan yang dianggap berpotensi menghambat investasi adalah aturan PHK, perhitungan pesangon, penetapan upah, aturan mogok kerja, aturan alih daya (outsourcing), penggunaan tenaga kerja asing, aturan jaminan sosial, dan peradilan hubungan industrial. Di sisi lain, pekerja pasti ingin memperoleh upah yang setinggi-tingginya untuk memajukan kualitas hidupnya.

Kebijakan dan peraturan perundang-undangan suatu negara biasanya sudah cukup ampuh dalam membatasi nafsu investor meningkatkan aset mereka secara tak terkendali dan melindungi kepentingan pekerja. Akan tetapi, atas nama pertumbuhan ekonomi, arah haluan kebijakan dan hukum suatu negara dapat pula membiarkan atau bahkan memberi insentif bagi investor asing untuk melakukan kegiatan ekonomi sebesar-besarnya tanpa memperhatikan kepentingan pekerja.

Indonesia sebagai negara berkembang ingin menstimulasi peran investor asing untuk menanamkan modalnya di dalam negeri. Namun, dalam waktu yang bersamaan, pemerintah Indonesia juga diharapkan untuk melindungi hak-hak tenaga kerja. Dengan memperhatikan keseimbangan, sama rata, dinilai sebagai suatu konsep yang utopis. Terutama ketika investor asing dipandang memiliki posisi tawar (bargaining position) yang lebih tinggi daripada para pekerja karena tenaga kerja sendiri memiliki peran yang penting dalam investasi karena tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pembentukan nilai barang dan jasa.

Dalam UUD 1945 Pasal 28D telah mengatur tentang hak setiap orang untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Secara eksplisit, UUD telah menyatakan bahwa seseorang yang bekerja berhak mendapatkan imbalan. Selain itu, setiap orang yang bekerja juga berhak mendapatkan perlakuan yang adil dan layak dalam suatu hubungan kerja.

Namun, pada kenyataannya antara investor dan tenaga kerja masih adanya ketidakseimbangan diantara keduanya; Pertama, ketidakseimbangan antara investor asing dengan pekerja Indonesia dalam peraturan perundang-undangan mengenai Penanaman Modal tampak dalam: (1) upah minimum dan tidak setara dengan pekerjaan yang dilakukan; (2) hak dan kewajiban; serta (3) budaya hukum yang menganggap pekerja Indonesia sebagai salah satu faktor produksi yang sama halnya dengan faktor produksi yang lain.

Kedua, ada 3 (tiga) penyebab yang mengakibatkan ketidakseimbangan pengaturan antara investor asing dan pekerja Indonesia, yaitu: (1) belum terpenuhinya komponen non-upah dalam instrumen perbaikan kesejahteraan hidup buruh; (2) social dumping yang menyebabkan kebijakan pemerintah cenderung berpihak kepada investor asing; serta (3) posisi tawar pekerja Indonesia yang rendah terhadap penanam modal asing.

Saran yang dapat diberikan pada artikel ini terkhusus untuk pemerintah melalui fungsi pembuatan peraturan perundang-undangan yaitu agar pemerintah mampu berperan untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi para pekerja Indonesia yang mencakup: Pertama, peningkatan kesehatan, keselamatan, kenyamanan, serta kesejahteraan dalam bekerja; dan Kedua, peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia melalui pendidikan baik formal maupun non-formal.

 

 Rayon Ekonomi dan Bisnis Islam (PMII) IAIN Salatiga

Penulis: Apriliawatik


 

Komentar

Postingan Populer